JAKARTA -- Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menolak panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi meringankan bagi mantan Ketua Umum Partai Demokrat,Anas Urbaningrum. Anggota tim pengacara SBY dan keluarga, Palmer Situmorang, mengatakan bahwa substansi perkara Anas tidak relevan dengan SBY dan Ibas.
"Yang kedua, klien kami merasa tidak memiliki pengetahuan apa pun terkait dengan substansi perkara atas nama Anas Urbaningrumsehingga tidak bisa memenuhi permintaan dari Anas," kata Palmer saat dihubungi wartawan, Senin (5/5/2014).
Palmer mengatakan, jawaban ini sudah disampaikan kliennya kepada KPK pada 28 April 2014. SBY dan Ibas menerima surat panggilan KPK pada 25 April 2014.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa KPK sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada SBY dan Ibas. Keduanya dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi meringankan bagi Anas. Pemanggilan SBY dan Ibas dilakukan atas permintaan Anas. Selaku tersangka, Anas berhak mengajukan permohonan agar KPK memanggil pihak-pihak yang dianggap dapat menjadi saksi meringankan baginya.
Secara terpisah, pengacara Anas, Adnan Buyung, mengatakan telah mendapatkan informasi terkait pemanggilan SBY dan Ibas dari tim penyidik KPK. Tim penyidik mengatakan kepada Anas dan pengacaranya bahwa SBY serta Ibas tidak bersedia memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi meringankan.
"Anas hanya minta satu hal, KPK sudah menjawab, apa tadi, Anas minta minggu lalu supaya dipanggil sebagai saksi untuk meringankan, ya, Ibas sama SBY, dan KPK sudah memanggil, tetapi Ibas maupunSBY tidak bersedia," ujarnya.
Sebelumnya, Anas meminta agar KPK memeriksa SBY dan Ibas sebagai saksi meringankan baginya. Menurut Anas dan tim pengacaranya, SBY dan Ibas sedianya diperiksa untuk menjelaskan mengenai Kongres Partai Demokrat 2010. Diduga, ada aliran dana korupsi proyek Hambalang untuk pemenangan Anas sebagai ketua umum dalam kongres tersebut.
Pengacara Anas, Firman Wijaya, juga menyebut SBY memberikan uang kepada Anas yang kemudian digunakan untuk membayar uang muka pembelian Toyota Harrier. Mobil tersebut menjadi bagian gratifikasi yang diduga diterima Anas terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.
Terkait Harrier, KPK menyatakan bahwa uang muka pembelian mobil mewah tersebut bukan berasal dari SBY. Menurut data dan informasi yang diperoleh KPK, uang itu berasal dari dari Grup Permai, perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Ihwal uang muka Harrier ini sudah dibantah Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha. Menurut Julian, tidak ada alasan bagi Presiden untuk memberikan Anas uang sebagai ungkapan terima kasih atas kerja kerasnya sehingga Demokrat memenangkan Pemilihan Legislatif 2009.
Sebelumnya, Palmer juga menyayangkan cara-cara tim kuasa hukum Anas yang dinilainya mengedepankan upaya publikasi daripada pendekatan hukum.(palembang.tribunnews.com)
|
theiyoe
- |
|